Memahami Perintah Literasi dibalik Nuzulul Qur’an
Oleh : Melati Ismaila Rafi'i

Bulan Ramadhan yang ditunggu setiap muslim tak hanya hadir dengan segenap kemuliaannya. Di dalamnya peristiwa besar turut mewarnai keindahannya. Diantara peristiwa-peristiwa itu ialah datangnya malaikat jibril di waktu pengkhalwatan Rasulullah di gua hira’ pada malam 17 Ramadhan. Jibril membawa lima ayat pertama dalam al-Qur’an dan peristiwa ini sering kita kenal dengan peristiwa nuzulul quran.
Ayat pertama yang turun yakni surah al-‘alaq ayat pertama hingga kelima.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuahnmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.”
Literasi, Perantara Pengajaran Allah
Membaca merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Dunia pengetahuan akan terbuka lebar dengan jalan membaca. Perintah membaca merupakan sesuatu yang paling berharga yang pernah dan dapat diberikan kepada umat manusia. 'Membaca' dalam aneka maknanya adalah syarat pertama dalam pengembangan ilmu dan teknologi, serta syarat utama membangun peradaban. Semua peradaban yang berhasil bertahan lama, justru dimulai dari satu kitab (bacaan). Peradaban Yunani dimulai dengan Iliad karya. Homer pada abad ke-9 sebelum Masehi. Ia berakhir dengan hadirnya Kitab Perjanjian Baru. Peradaban Eropa dimulai dengan karya Newton (1641-1727) dan berakhir dengan filsafat Hegel (1770-1831) . Peradaban Islam lahir dengan kehadiran al-Qur'an. Dengan demikian betapa pentingnya membaca hingga ‘membaca’ merupakan syarat utama dalam membangun peradaban.
Allah SWT telah menerangkan dalam ayat 4-5 surat al-Alaq “Yang mengajar (manusia) denagn perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Bahwa Allah mengajar manusia dengan perantaraan baca tulis.
Literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca, budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya.
Literasi sebagaimana diungkapkan oleh Kern (2000) memiliki arti “penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubunganhubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural”
Memahami Kembali Makna Literasi
Perintah membaca yang ada pada ayat pertama dan ketiga al-‘Alaq tidak hanya menghendaki membaca kalam Allah berupa al-Quran. Juga bukan hanya membaca kalimat yang tersusun dalam sebuah bacaan. Dalam satu riwayat diterangkan bahwa setelah Nabi SAW diperintah oleh Jibril, beliau bertanya “Ma aqra’ ya jibril?” namun pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh jibril. Allah SWT menghendaki beliau dan umatnya membaca apa saja. Membaca yang dilandasi dengan ‘bismi rabbika’ (atas nama Allah), sehingga membawa manfaat dan kemaslahatan serta terpilih pula bacaan mana yang baik dan mana yang tidak.
Dengan demikian membaca berarti pahamilah, telitilah, hayatilah, dalamilah, ketahuilah. Sehingga objek bacaan tersebut tidak hanya terbatas pada tulisan saja. Melainkan juga membaca ‘ayat-ayat’ Allah yang ada di sekitar kita. Hal ini sejalan dengan makna literasi yang menghendaki kemampuan yang kompleks. Sebagaimana prinsip literasi yakni literasi melibatkan interpretasi, kolaborasi, konversi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi diri, dan melibatkan penggunaan bahasa.
Fenomena alam dapat menjadi salah satu objek ‘bacaan’. Keindahan dan kekayaan alam yang begitu mengagumkan dan menawan tak hanya menuntut manusia untuk menikmati dan mengabadikannya saja. Namun juga membacanya dengan jalan menghayati setiap kuasa Allah yang ada disana. Tak hanya keindahannya pula, bencana alam pun menyimpan ‘bacaan’ penting yang perlu dihayati.
Disamping fenomena alam, fenomena sosial juga tak boleh luput dari ‘bacaan’ manusia, utamanya umat islam. Hal ini dapat dimulai dari fenomena sosial kecil seperti relasi antar manusia. Membaca setiap karakter manusia yang memang diciptakan berbeda oleh Allah SWT pasti akan melahirkan pemahaman baru yang lebih toleran hingga timbul siap saling menghargai. Hingga fenomena sosial besar seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, pendidikan dan lainnya. Kemampuan membaca manusia akan fenomena sosial ini tentu akan membuka mata hati yang akan melahirkan pemahaman baru serta tindakan nyata dan tepat untuk menghadapinya. Semua ini dapat dituang dalam budaya literasi yang sesuai kultur serta berasal dari pemahaman budaya tempat bahasa itu digunakan.
Disamping memahami bacaan ‘ayat-ayat’ yang ada dalam kehidupan sehari-hari, perlu juga diketahui bahwa budaya literasi semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Betapa banyak tulisan dan bacaan yang tersedia. Setiap saat, siapapun dapat menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan untuk kemudian dibaca oleh orang lain. Begitu pula sebaliknya. Bacaan akan semakin mudah didapatkan oleh setiap orang yang membutuhkan. Dalam perkembangan ini dikenal pula istilah literasi media. Yakni sebuah perspektif yang digunakan ketika seseorang mengakses media dengan tujuan untuk memahami apa yang disampaikan.
Memahami makna baca dan tulis sesuai perintah Allah akan melahirkan kualitas tulisan dan bacaan yang semakin baik dalam dunia literasi. Perintah membaca dan menulis dibalik peristiwa nuzulul quran pun bukan hanya sekedar mengambil dan melahirkan bacaan. Namun juga memahami objek bacaan yang begitu luas itu dengan kacamata seorang muslim. Yakni bacaan bismirabbika, ‘atas nama Allah’. Bacaan yang akan membawa kemaslahatan bagi umat. Hingga budaya literasi dapat berkembang sesuai zaman dan juga turut melahirkan harapan akan semakin meningkatnya sebuah peradaban.
Reaksi: |
Jooss
BalasHapus