CSSMoRA

CSSMoRA merupakan singkatan dari Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs, yang berarti Komunitas Santri Penerima Beasiswa Kementrian Agama

PBSB

Program ini memberikan kesempatan kepada para santri dari berbagai Pondok Pesantren untuk mengenyam pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia.

Pesantren

Para santri yang menerima beasiswa ini dikuliahkan hingga lulus untuk nantinya diwajibkan kembali lagi mengabdi ke Pondok Pesantren asal selama minimal tiga tahun.

Kamis, 23 Juni 2016

Ramadhan Bukan Sekedar Tamu

Ramadhan Bukan Sekedar Tamu
OLEH: Hamdi Putra Ahmad

Kembali, kita umat Islam dipertemukan dengan sebuah bulan yang memiliki sejuta keindahan dan keutamaan. Ya, bulan suci Ramadhan. Sebuah bulan yang seolah-olah datang sebagai tamu terhormat yang mampu menyedot perhatian semua pihak di dunia ini, khususnya umat Islam. Pengaruhnya begitu kentara dan membekas, sehingga semua orang berlomba-lomba mempersiapkan diri untuk mengimarahkan kedatangan bulan yang mulia ini.
Datang hanya satu kali dalam setahun membuat bulan Ramadhan menjadi waktu yang sangat strategis untuk melakukan banyak hal. Orientasi waktunya yang hanya berkisar antara 29 sampai 30 hari, menjadikan bulan Ramadhan sangat sayang untuk diabaikan dan disia-siakan begitu saja. Karena di bulan ini begitu banyak janji-janji yang disediakan oleh Allah dan Rasul-Nya berupa kebaikan-kebaikan dan pahala-pahala yang tidak dijanjikan di bulan-bulan lain. Bulan ini juga menjadi momen yang sangat menjanjikan untuk memperbaiki dan berbenah diri untuk menjadi manusia yang semakin baik dari waktu ke waktu.
Berbicara tentang bulan Ramadhan, berarti berbicara tentang keutamaan-keutamaannya. Bagaimana tidak, bulan ini memang disediakan oleh Allah bagi manusia untuk menyibukkan diri mereka demi mengejar berbagai keutamaan yang ditawarkan di dalamnya. Hampir seluruh keistimewaan yang melekat pada bulan Ramadhan adalah hal-hal yang diutamakan, seperti janji-janji berupa pahala yang berlipat ganda, dan masih banyak yang lainnya. Selain itu, terdapat beberapa ibadah tertentu hanya ditekankan untuk dikerjakan pada bulan ini saja, seperti kewajiban berpuasa, shalat tarawih, i’tikaf di masjid, dan lain sebagainya. Ini hanyalah beberapa contoh yang membenarkan mengapa bulan ini disebut sebagai sarangnya keutamaan.
Selain keutamaan-keutamaan, hal lain yang patut untuk dijadikan bahan renungan ialah hikmah-hikmah dibalik perintah mengerjakan ibadah-ibadah tertentu di bulan suci Ramadhan. Salah satunya ialah hikmah yang terkandung dibalik kewajiban melaksanakan ibadah puasa. Sebab, sebagai sesuatu yag diwajibkan, tentunya kewajiban untuk berpuasa itu mengandung hikmah-hikmah yang dapat dipetik oleh manusia. Ada beberapa hal menarik yang bisa kita kupas dalam tulisan ini terkait hikmah yang terdapat dibalik kewajiban melaksanakan puasa di bulan suci Ramadhan.
Puasa, secara harfiah diartikan dengan menahan. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai perbuatan menahan diri dari makan dan minum semenjak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Itu pengertian secara kasar. Lebih dalam lagi, puasa sebenarnya bukan hanya menuntut manusia untuk menahan diri dari makan dan minum saja. Lebih dari itu, yang disebut dengan puasa yang sempurna ialah menahan diri dari makan, minum dan dari segala hal yang tidak berguna, yang dapat merusak kesempurnaan ibadah puasa. Nah, menahan diri dari hal-hal yang tidak berguna ini lah yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang-orang yang berpuasa di bulan suci Ramadhan.
Sebelas bulan lamanya, mungkin kita telah banyak menumpuk berbagai bentuk dosa dan maksiat, yang mungkin disebabkan karena sedikitnya peringatan yang sampai ke diri kita. Mungkin telah begitu banyak hal-hal tidak berguna yang tak pernah henti menghampiri diri kita, yang mungkin disebabkan karena dorongan hawa dan nafsu. Maka bulan suci Ramadhan datang sebagai tamu mulia, yang selalu mengingatkan kita untuk terus berbenah dan terus memperbaiki diri. Dengan tujuan agar dosa-dosa, maksiat-maksiat, dan hal-hal yang tidak berguna itu dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi secara berangsur-angsur dari diri kita. Proses menahan yang dituntut di dalam bulan suci Ramadhan inilah sebenarnya yang menjadi kunci utama dalam proses mewujudkan semua tujuan-tujuan tersebut. Namun sayangnya, kunci utama ini sering diabaikan oleh kebanyakan umat Islam, dan malah mengejar kunci-kunci yang lain yang tidak lebih penting.
Selain perintah untuk menahan, dalam ibadah puasa juga terdapat perintah untuk bersikap disiplin terhadap waktu. Antara perintah menahan dan perintah disiplin ini selalu berjalan beriringan. Menahan yang dituntut bukan sekedar menahan, namun bagaimana seseorang mampu bersabar untuk menahan hingga tiba waktu yang tepat untuk menghentikan penahanan itu. Jika waktunya belum tiba, meskipun hanya tinggal beberapa detik lagi, maka ia masih belum diperbolehkan untuk meninggalkan kegiatan menahan tersebut. Nah, dalam hal ini terdapat hikmah sangat besar yang dapat kita ambil.
Kita pasti menyadari bahwa kita sering menganggap remeh hal-hal yang kecil, termasuk waktu. Satu menit itu biasanya asumsinya dapat berubah-ubah tergantung kondisi yang sedang dialami seseorang. Kita umpamakan saja dengan diri kita sendiri sebagai seorang mahasiswa. Adakalanya satu menit itu kita anggap satu detik, dan ada kalanya satu menit itu kita anggap satu jam. Satu menit sering kita anggap satu detik jika kondisinya menguntungkan untuk diri kita. Seperti saat akan keluar dari kelas. Jika ada dosen yang bertanya di satu menit terakhir waktu normal untuk keluar dari kelas, apakah waktunya sudah habis, maka kita cenderung akan menjawab bahwa waktunya sudah habis. Padahal waktunya masih tersisa satu menit lagi. Nah, dalam hal ini kita sering zhalim dengan waktu yang satu menit, dengan menganggapnya hanya satu detik.
Bagaimana pula kasus menganggap satu menit sama dengan satu jam? Kembali kita umpamakan dengan diri kita sebagai mahasiswa. Biasanya, kecenderungan seperti ini akan muncul jika keadaannya menyusahkan atau dalam keadaan yang tidak kita senangi. Seperti saat akan menghadiri rapat. Jika satu menit lagi waktu normal dimulainya rapat telah masuk, biasanya para peserta rapat akan mengubah anggapan satu menit itu menjadi satu jam. Sehingga ia akan bersikap santai dan tidak segera mengejar waktu yang hanya satu menit itu. Dan pada akhirnya rapat yang diagendakan seharusnya pukul delapan misalnya, bergeser dengan sendirinya menjadi jam sembilan. Nah inilah kebiasaan-kebiasaan kurang baik yang menunjukkan inkonsistensi kecenderungan manusia. Memang tidak semua orang yang bersikap seperti ini, namun sebagian besar pasti memiliki kecenderungan seperti ini. Nah, sikap-sikap inilah yang diajarkan dalam ibadah puasa untuk dijauhi dan dihilangkan dari dalam diri kita.
Terakhir, hikmah terbesar yang dapat kita ambil dari perintah melaksanakan ibadah puasa ialah bagaimana puasa yang kita lakukan itu dapat melatih hati kita untuk selalu takut kepada Allah. Contohnya ialah saat seorang pecandu rokok mampu menahan dirinya untuk tidak merokok selama melaksanakan ibadah puasa di siang hari. Lantaran Allah sendiri yang melarangnya merokok saat berpuasa, ia mampu untuk tidak merokok selama lebih kurang 12 sampai 13 jam setiap hari. Sebuah pencapaian yang luar biasa oleh seorang pecandu rokok yang mungkin di bulan-bulan lain tidak mampu ia lakukan. Tentunya  ini bukan sebuah kebetulan, namun sebuah pencapaian yang mampu ia lakukan lantaran takut kepada Allah. Seandainya saja larangan merokok itu datang dari istrinya di rumah, atau dari orang tuanya, mungkin ia bisa pergi ke luar atau ke tempat lain yang tidak diketahui oleh istri atau orang tuanya, lalu merokok di sana sehingga ia tidak ketahuan. Namun berbeda dengan hambatan merokok lantaran berpuasa. Kemanapun ia pergi, ia tidak akan pernah luput dari pengawasan Allah, sehingga dengan sendirinya ia mampu menahan dirinya untuk tidak merokok dalam waktu yang cukup lama, yang mungkin di bulan-bulan lain hal itu menjadi sesuatu yang mustahil untuk diraih.
Semoga puasa yang kita lakukan tahun ini bukan sekedar sebuah ritual penyambutan tamu yang terhormat saja. Namun bagiamana kita mampu melayani sekaligus menikmati oleh-oleh yang diberikan tamu itu dengan sebaik-baiknya, sampai akhirnya kita mampu melepas kepergiannya dengan kesedihan yang mendalam dan merindukan kedatangannya kembali. Sekian.

Rabu, 22 Juni 2016

Memahami Perintah Literasi dibalik Nuzulul Qur’an

Memahami Perintah Literasi dibalik Nuzulul Qur’an
Oleh : Melati Ismaila Rafi'i


Bulan Ramadhan yang ditunggu setiap muslim tak hanya hadir dengan segenap kemuliaannya. Di dalamnya peristiwa besar turut mewarnai keindahannya. Diantara peristiwa-peristiwa itu ialah datangnya malaikat jibril di waktu pengkhalwatan Rasulullah di gua hira’ pada malam 17 Ramadhan. Jibril membawa lima ayat pertama dalam al-Qur’an dan peristiwa ini sering kita kenal dengan peristiwa nuzulul quran.
Ayat pertama yang turun yakni surah al-‘alaq ayat pertama hingga kelima.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuahnmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.”
Literasi, Perantara Pengajaran Allah
Membaca merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Dunia pengetahuan akan terbuka lebar dengan jalan membaca. Perintah membaca merupakan sesuatu yang paling berharga yang pernah dan dapat diberikan kepada umat manusia. 'Membaca' dalam aneka maknanya adalah syarat pertama dalam pengembangan ilmu dan teknologi, serta syarat utama membangun peradaban. Semua peradaban yang berhasil bertahan lama, justru dimulai dari satu kitab (bacaan). Peradaban Yunani dimulai dengan Iliad karya. Homer pada abad ke-9 sebelum Masehi. Ia berakhir dengan hadirnya Kitab Perjanjian Baru. Peradaban Eropa dimulai dengan karya Newton (1641-1727) dan berakhir dengan filsafat Hegel (1770-1831) . Peradaban Islam lahir dengan kehadiran al-Qur'an. Dengan demikian betapa pentingnya membaca hingga ‘membaca’ merupakan syarat utama dalam membangun peradaban.
Allah SWT telah menerangkan dalam ayat 4-5 surat al-Alaq “Yang mengajar (manusia) denagn perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Bahwa Allah mengajar manusia dengan perantaraan baca tulis.
Literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca, budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya.
Literasi sebagaimana diungkapkan oleh Kern (2000) memiliki arti “penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubunganhubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural”

Memahami Kembali Makna Literasi
Perintah membaca yang ada pada ayat pertama dan ketiga al-‘Alaq tidak hanya menghendaki membaca kalam Allah berupa al-Quran. Juga bukan hanya membaca kalimat yang tersusun dalam sebuah bacaan. Dalam satu riwayat diterangkan bahwa setelah Nabi SAW diperintah oleh Jibril, beliau bertanya “Ma aqra’ ya jibril?” namun pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh jibril. Allah SWT menghendaki beliau dan umatnya membaca apa saja. Membaca yang dilandasi dengan ‘bismi rabbika’ (atas nama Allah), sehingga membawa manfaat dan kemaslahatan serta terpilih pula bacaan mana yang baik dan mana yang tidak.
Dengan demikian membaca berarti pahamilah, telitilah, hayatilah, dalamilah, ketahuilah. Sehingga objek bacaan tersebut tidak hanya terbatas pada tulisan saja. Melainkan juga membaca ‘ayat-ayat’ Allah yang ada di sekitar kita. Hal ini sejalan dengan makna literasi yang menghendaki kemampuan yang kompleks. Sebagaimana prinsip literasi yakni literasi melibatkan interpretasi, kolaborasi, konversi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi diri, dan melibatkan penggunaan bahasa.
Fenomena alam dapat menjadi salah satu objek ‘bacaan’. Keindahan dan kekayaan alam yang begitu mengagumkan dan menawan tak hanya menuntut manusia untuk menikmati dan mengabadikannya saja. Namun juga membacanya dengan jalan menghayati setiap kuasa Allah yang ada disana. Tak hanya keindahannya pula, bencana alam pun menyimpan ‘bacaan’ penting yang perlu dihayati.
Disamping fenomena alam, fenomena sosial juga tak boleh luput dari ‘bacaan’ manusia, utamanya umat islam. Hal ini dapat dimulai dari fenomena sosial kecil seperti relasi antar manusia. Membaca setiap karakter manusia yang memang diciptakan berbeda oleh Allah SWT pasti akan melahirkan pemahaman baru yang lebih toleran hingga timbul siap saling menghargai. Hingga fenomena sosial besar seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, pendidikan dan lainnya. Kemampuan membaca manusia akan fenomena sosial ini tentu akan membuka mata hati yang akan melahirkan pemahaman baru serta tindakan nyata dan tepat untuk menghadapinya. Semua ini dapat dituang dalam budaya literasi yang sesuai kultur serta berasal dari pemahaman budaya tempat bahasa itu digunakan.
Disamping memahami bacaan ‘ayat-ayat’ yang ada dalam kehidupan sehari-hari, perlu juga diketahui bahwa budaya literasi semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Betapa banyak tulisan dan bacaan yang tersedia. Setiap saat, siapapun dapat menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan untuk kemudian dibaca oleh orang lain. Begitu pula sebaliknya. Bacaan akan semakin mudah didapatkan oleh setiap orang yang membutuhkan. Dalam perkembangan ini dikenal pula istilah literasi media. Yakni sebuah perspektif yang digunakan ketika seseorang mengakses media dengan tujuan untuk memahami apa yang disampaikan.
Memahami makna baca dan tulis sesuai perintah Allah akan melahirkan kualitas tulisan dan bacaan yang semakin baik dalam dunia literasi. Perintah membaca dan menulis dibalik peristiwa nuzulul quran pun bukan hanya sekedar mengambil dan melahirkan bacaan. Namun juga memahami objek bacaan yang begitu luas itu dengan kacamata seorang muslim. Yakni bacaan bismirabbika, ‘atas nama Allah’. Bacaan yang akan membawa kemaslahatan bagi umat. Hingga budaya literasi dapat berkembang sesuai zaman dan juga turut melahirkan harapan akan semakin meningkatnya sebuah peradaban.

Rabu, 08 Juni 2016

Informasi Kegiatan dan Persyaratan Registrasi Mahasiswa PBSB Baru UIN Sunan Kalijaga



Berikut Informasi Kegiatan Orientasi dan Persyaratan Registrasi Mahasantri Baru PBSB UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta silahkan unduh di sini

Senin, 06 Juni 2016

Kendalikan Marah di Bulan Berkah

Kendalikan  Marah di Bulan Berkah

Oleh: Hendriyan Rayhan (CSSMoRA UIN SUKA 2015)


Puasa itu adalah perisai, maka apabila seorang dari kalian sedang melaksanakan puasa, janganlah dia berkata rafats (kotor) dan jangan pula bertingkah laku jahil (seperti mengejek, atau bertengkar sambil berteriak). Jika ada orang lain yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka hendaklah dia mengatakan “Aku orang yang sedang puasa, Aku orang yang sedang puasa.
(H.R Imam Malik dalam al-Muwaththa nomor 1099)


Tibalakita di bulan  penuh  berkah. Bulan tempatnya pahala berlimpah. Ladang   ama bagi   yang   gemar  beribadah.  Saatnya  mengurangi  kuantitas khilaf dan  salah. Agar kelamenjadi orang  bertakwa yang  dijanjikan  jannah. Salah  satunya dengan mengendalikan marah. Karena  marah dapat membuat pikiran tak terarah. Karena  marah dapat berujung fitnah.  Karena  marah dapat membuat persaudaraan menjadi pecah.
Marah  ialah  bergejolaknya hati  untuk  menolak gangguan yang dikhawatirkaterjadi  ata karena ingin  balas  dendam kepada orang   yang menimpakan gangguan tersebut. Marah  merupakan sifat dari fitramanusia, dan  anugerah dari  Allah  SWT. Namun   tetap saja  amarah ini harus dapat dikendalika agar    tidak    diserta denga hawa    nafsu  yang    membawa keburukan. Allah SWT berfiman dalam surat Yusuf ayat  53, Nafsu itu berkecenderunga untuk  menyuruh  kepada  kejahatan,  kecuali  nafsu  yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Marah  merupakan bentuk  emosi yang  paling  populer  dalam kehidupan sehari-hari.  Bahkan  kepopulerannya hingga  mewakilikata  emosi itu sendiri, seolah seperti sinonim; Emosi ya marah, marah ya emosi. Padahal emosi itu bermacam-macam, diantaranya: Senang, marah, sedih, sedih, takut, benci, kaget, heran  dan  bahkan cinta.  Banyak perilaku  yang menyertai emosi marah. Ada  orang   yang  maralalu  mengucapkan kata-kata  kasar ata mendata nama-nama hewan. Ada yang  marah kemudian melakukan tindakan-tindakaagresif yang membahayakan.  Ada pula orang  yang marah kemudian berdiam diri, marah dalam diam.
Ada banyak  faktor  yang menjadi penyebab munculnya kemarahan, mulai dari  hal-hal  yang  remeh    hingga   yang  memberatkan.  Bebarapa  kat pun terkadang dapat menimbulkan kemarahan, apalagi di era yang serba canggih sepertsekarang. Lihat  status orang,  marah. Lihat  orang   balas  komentar, marah. Lihat orang  unggah foto,  marah. Lihat orang  marah,  marah (nah,  ini yang  bahaya). Ada  juga  marah yang  disebabkan oleh  faktor  internal, yaitu datang dari dalam diri sendiri. Kemarahan orang  yang tempramental, misalnya, tidakla seladipicu  oleh  setting  sosial ata faktor  alam,  melainkan  oleh karakternya yang  memang tempramental. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa marah juga perlu dikendalikan.
Bulan   Ramadhan  adalah  bula tarbiyyah.   Bulan   ini  menjadi  sarana spiritual bagi  seorang Muslim  untuk  melakukan perubahan dari  kebiasaan yang buruk menjadi lebih baik. Maka dari itu, bulaini dapat menjadi moment untuk  pembiasaan diri mengendalikan marah. Sebagaimana pesan indah  dari Rasulullah  yang  mulia  diatas,  jika  ad orang   yang  mecacata mengajak berkelahi, katakanlah: Aku sedang berpuasa.
Pertama, membaca taawudz ketika marah. Rasulullah Saw. pernah mengajarkanny kepad dua    orang    sahabat  yang    saling   mencac dengan mengatakan,  Sesungguhnya  aku  aka ajarkan  kalia suatkalima yang   kalau diucapkan akan  hilanglah  kemarahan kalian, yaitu bacaan A’uudzubillaahi minasysyaithaanirrajiim.(H.R. Bukhari)
Kedua,  mengubah posisi  ketika  marah. Jika  posisi  kita  saat kemarahan itu datang adalah berdiri, dianjurkan untuk  duduk.  Begitu juga  ketika  posisi kita sedang duduk, maka  dianjurkan untuk  berbaring. Rasulullah Saw.  bersabda, Apabila salah seorang dantara kalian  marah, sedangkan ia  dalam posisi berdiri, hendaklah ia duduk.  Kalau telah  reda  atau  hilang marahnya (maka  cukup  dengan duduk  saja), dan jika belum  reda, hendaklah ia berbaring” (H.R. Abu Daud).
Ketiga, diam atau  tidak berbicara.  Rasulullah Saw. bersabda, Apabila di antara kalian marah, maka  diamlah” (H.R. Ahmad).
Keempat,  berwudhulah.  Rasulullah  Saw.  bersabda,  Sesungguhnya  marah itu dari  setan dan  setan itdiciptakan dari  api, dan  api  itu  bisa padam jika diredam dengan air, maka  apabila di antara kalian marah, berwudhulah” (H.R. Ahmad).

Kelima, lakukanlah shalat. Jika empat langkah tadi  belum  mampu meredakan amarah, ambillah  langkah pamungkas, yaitu dengan melaksanakan shalat dua rakaat. Insya Allah dengan shalat kita akan  mampu meredakan amarah, sebagaimana disabdakan  oleh  Rasulullah  Saw.,  Ketahuilah,  sesungguhnymarah itu  bara   api dalam hati manusia. Tidaklah  engkau melihat  merah kedua  matanya dategangnya urat   darah  di  lehernya?  Maka  barangsiapa  yang  mendapatkan  hal  itu  (amarah), hendaklah ia bersujud (shalat)(H.R. Tirmidzi).
Ada  banya kebaikan  bagi   orang-orang  yang   dapat  mengendalikan marah. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 134, Dan orang-orang yang menahan  amarahnya  dan  memaafkan   (kesalahan)  orang.  Allah  menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Denga mengendalikan  marah,  mak aka tercapai  hubungasosial yang  harmonis.  Sebuainteraksi  sosial  yang  didalamnya  mudatersulut emosi marah, maka  hubungan itu akan  mudah terjadkonflik. Karena  sesama musm adalah bersaudara, maka  jangan sampai terjadi  hal-hal yang demikian. Kendalikan    marah  d bulan    berkah,   agar    menjad kebiasaan   d bulan berikutnya.

Bila ada  kata  yang  membuat hatterluka.  Bila ada  tulis yang  membuat hati teriris. Diharapkan saling memaafkan. Jalan-jalan ke Bekasi, sekian terimakasih. Wallahu alam.