Pengikut

CSSMoRA

CSSMoRA merupakan singkatan dari Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs, yang berarti Komunitas Santri Penerima Beasiswa Kementrian Agama

SARASEHAN

Sarasehan adalah program kerja yang berfungsi sebagai ajang silaturahimi antara anggota aktif dan anggota pasif CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pesantren

Para santri yang menerima beasiswa ini dikuliahkan hingga lulus untuk nantinya diwajibkan kembali lagi mengabdi ke Pondok Pesantren asal selama minimal tiga tahun.

Jumat, 17 Maret 2017

Doa yang Pas Untuk Beliau




Doa yang Pas Untuk Beliau
Oleh : Agil Muhammad
CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga
 
Sudah merupakan perkara yang sangat wajar bagi manusia ketika mengalami sakit atau meninggal dunia. Tua, muda, kaya, miskin, cerdas, nggak cerdas, ganteng, nggak ganteng, cantik, nggak cantik semua pasti tidak bisa mengelaknya. Muda bukan zona aman dari kematian, apalagi yang sudah tua. Si Kaya nggak bisa meneken kontrak dengan kesehatannya, apalagi yang miskin. Dan yang cerdas, ganteng, cantik nggak bakal mampu menjamin kebahagiaannya, apalagi yang nggak sama sekali.
Dan doa agar sehat serta umur panjang merupakan salah satu rukun dari perayaan ulang tahun. Doa yang sangat wajar dan rasional bagi manusia yang normal. Tapi doa itu belum tentu menjadi hal yang diinginkan oleh orang yang sangat mendalam cinta dan rindu dalam dirinya. Orang yang mendalam cinta dan rindu pada Tuhannya. Senantiasa menantikan perjumpaan mesra itu. Orang yang telah menjadi kekasih-Nya, atau istilah kerennya merupakan wali-Nya.
Baru akhir-akhir ini saya menemukan meme atau poster di instagram yang menurut saya bagus. Poster itu berisi doa untuk seorang ulama yang sedang mengalami sakit keras. Doa itu tidak berisi harapan untuk kesembuhan atau agar panjang usianya. Melainkan doa yang berisi harapan semoga diberi yang terbaik untuk beliau. Karena kesembuhan dan usia yang panjang belum tentu yang terbaik bagi beliau.
Kata-kata yang mirip dengan apa yang pernah saya dengar dari abah. Konteksnya mirip, yakni ketika kiai pengasuh pondok pesantren saya mengalami sakit keras. Abah berkata pada saya bahwa ketika ia membacakan surah al-Fatihah untuk beliau, kiriman doa tersebut bukan ditujukan sebagai harapan untuk kesehatan beliau, melainkan sebagai doa semoga beliau diberi yang terbaik.
Sambil menjelaskan bahwa seseorang yang dekat pada Tuhannya sebenarnya ia sangat ingin bertemu dengan-Nya. Dan kematian merupakan jalan yang tepat untuk mendekatkan pada-Nya. Mati lebih baik, karena meskipun masih di alam barzah, ia sudah mendapatkan kenikmatan. Dan doa yang ditujukan untuk kesehatan dan umur panjangnya, bukanlah merupakan keinginannya. Ia ingin meninggalkan dunia yang penuh fitnah ini, menuju tempat baru yang lebih baik baginya.
Saya tidak mengatakan doa kesehatan dan usia yang panjang merupakan doa yang salah atau tidak baik, karena saya sendiri tidak mengambil judul itu untuk coretan ini. Tapi yang saya ambil judul adalah “Doa yang pas”. Karena kesehatan dan umur panjang dalam kebaikan merupakan hal yang sangat baik. Tetapi terkadang dua hal itu kurang pas untuk suatu kasus tertentu, semisal kasus yang terjadi di atas.
Kemarin (16/3), tepatnya pagi hari. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Telah mendahului kita, guru kita, ulama kita, KH. Hasyim Muzadi, salah seorang tokoh pemimpin dan panutan umat Islam Indonesia. Selamat jalan kyai, semoga amal ibadah diterima Allah swt. dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan, serta kita semua semoga mampu melanjutkan perjuangan beliau. Aamiin...


Sudah merupakan perkara yang sangat wajar bagi manusia ketika mengalami sakit atau meninggal dunia. Tua, muda, kaya, miskin, cerdas, nggak cerdas, ganteng, nggak ganteng, cantik, nggak cantik semua pasti tidak bisa mengelaknya. Muda bukan zona aman dari kematian, apalagi yang sudah tua. Si Kaya nggak bisa meneken kontrak dengan kesehatannya, apalagi yang miskin. Dan yang cerdas, ganteng, cantik nggak bakal mampu menjamin kebahagiaannya, apalagi yang nggak sama sekali.
Dan doa agar sehat serta umur panjang merupakan salah satu rukun dari perayaan ulang tahun. Doa yang sangat wajar dan rasional bagi manusia yang normal. Tapi doa itu belum tentu menjadi hal yang diinginkan oleh orang yang sangat mendalam cinta dan rindu dalam dirinya. Orang yang mendalam cinta dan rindu pada Tuhannya. Senantiasa menantikan perjumpaan mesra itu. Orang yang telah menjadi kekasih-Nya, atau istilah kerennya merupakan wali-Nya.
Baru akhir-akhir ini saya menemukan meme atau poster di instagram yang menurut saya bagus. Poster itu berisi doa untuk seorang ulama yang sedang mengalami sakit keras. Doa itu tidak berisi harapan untuk kesembuhan atau agar panjang usianya. Melainkan doa yang berisi harapan semoga diberi yang terbaik untuk beliau. Karena kesembuhan dan usia yang panjang belum tentu yang terbaik bagi beliau.
Kata-kata yang mirip dengan apa yang pernah saya dengar dari abah. Konteksnya mirip, yakni ketika kiai pengasuh pondok pesantren saya mengalami sakit keras. Abah berkata pada saya bahwa ketika ia membacakan surah al-Fatihah untuk beliau, kiriman doa tersebut bukan ditujukan sebagai harapan untuk kesehatan beliau, melainkan sebagai doa semoga beliau diberi yang terbaik.
Sambil menjelaskan bahwa seseorang yang dekat pada Tuhannya sebenarnya ia sangat ingin bertemu dengan-Nya. Dan kematian merupakan jalan yang tepat untuk mendekatkan pada-Nya. Mati lebih baik, karena meskipun masih di alam barzah, ia sudah mendapatkan kenikmatan. Dan doa yang ditujukan untuk kesehatan dan umur panjangnya, bukanlah merupakan keinginannya. Ia ingin meninggalkan dunia yang penuh fitnah ini, menuju tempat baru yang lebih baik baginya.
Saya tidak mengatakan doa kesehatan dan usia yang panjang merupakan doa yang salah atau tidak baik, karena saya sendiri tidak mengambil judul itu untuk coretan ini. Tapi yang saya ambil judul adalah “Doa yang pas”. Karena kesehatan dan umur panjang dalam kebaikan merupakan hal yang sangat baik. Tetapi terkadang dua hal itu kurang pas untuk suatu kasus tertentu, semisal kasus yang terjadi di atas.
Kemarin (16/3), tepatnya pagi hari. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Telah mendahului kita, guru kita, ulama kita, KH. Hasyim Muzadi, salah seorang tokoh pemimpin dan panutan umat Islam Indonesia. Selamat jalan kyai, semoga amal ibadah diterima Allah swt. dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan, serta kita semua semoga mampu melanjutkan perjuangan beliau. Aamiin...

Kamis, 16 Maret 2017

"Etika Bermasa Lalu"



"Etika Bermasa Lalu"
Oleh: Muhammad Irfan Faziri
CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga


Dalam kesehariannya, manusia sudah semestinya saling berinteraksi dengan sesama. Bentuk interaksi ini merupakan salah satu perwujudan terhadap adanya sunnatullah. Hal ini juga  yang melatar belakangi penyebutan terhadap kaum adam dan hawa sebagai makhluk sosial. Implementasi terhadap penyandangan gelar "makluk sosial", menjadikan umat manusia mau tidak mau harus saling mengenal dan tegur sapa terhadap setiap manusia yang ada di sekelilingnya.
Dewasa ini, kesadaran akan pentingnya berinteraksi tidak jarang malah seakan-akan menjadi alat legitimasi untuk menemukan calon ibu buat anak-anak (kita)  atau calon ayah buat anak-anak (kita). Kenyataan seperti itu tentu tidak bisa dipungkiri lagi. Pasalnya, Tuhan sebagai Sutradara juga sudah menetapkan peranan kaum hawa sebagai pelengkap dan penyempurna terhadap kaum adam. Hanya saja, alasan pelangkap dan penyempurna ini acap kali disikapi secara tidak wajar oleh mereka yang bisa dikatakan sebagai makluk yang kurang pengalaman dan wawasan dalam hal percintaan (labil).
Secara general, pacaran bisa menjadi suatu pilihan yang sangat positif atau bahkan teramat negatif. Positif jikalau dengan adanya ikatan tersebut menjadikan kedua belah pihak sama-sama merasa diuntungkan. Contoh sederhananya mereka mengoptimalisasikan adanya ikatan tersebut dengan bentuk saling memberi motivasi dan dorongan  untuk terus maju, berkembang, dan berkarya. Adapun efek negatifnya ialah tatkala mereka terlalu berlebihan dalam menyikapi kisah cintanya – yang katanya - begitu syahdu.  Setiap detik, tidak ada yang ia pedulikan dan fikirkan kecuali si do'i. Sikap yang kurang kontrol tersebut berimbas pada makhluk-makhluk di sekelilingnya. Mereka menjadi acuh tak acuh, bahkan lupa terhadap keberadaan makhluk-makhluk tersebut. Pada saat seperti itu lah, secara tidak sadar mereka telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
Lebih parahnya lagi, tatkala di antara mereka berdua sudah terlalu nyaman dengan hubungannya –pacaran—, namun tiba-tiba datang orang ke tiga pelaku utama (penikung). Orang ketiga tersebut berani bersikap seperti itu dengan dalih banyak hal, di antaranya dengan semboyannya yang sangat liberal, yakni "Sebelum janur kuning melengkung, masih ada kesempatan untuk menikung". Seketika itu, pihak yang dirugikan (ketikung) bisa dipastikan mengalami shock berat. Bahkan kondisi jiwa tersebut tidak dapat digambarkan dengan apapun. Situasi yang sedemikian rumit nan pilu tidak jarang menjadikan pihak yang ketikung seolah-olah hidup segan, mati tidak mau. Ia terlihat bak anak burung yang ditinggal induknya. Tak tau arah dan tujuan mungkin menjadi bukti kongkritnya.
Dalam perspektif kaum dewasa, sikap tersebut tentu bukan menjadi suatu solusi yang solutif. Pasalnya jika demikian, pihak yang merasa dirugikan, disakiti, dan dikhianati akan menjadi sosok pendendam dan juga akan berimbas pada sikap dan perilaku kedepannya. Selain itu, apabila masa lalu –yang bisa dikatakan suram— tidak disikapi secara dewasa sedikit banyak akan mengangu proses belajarnya —bagi yang masih berakademisi—, atau menganggu pekerjaannya —bagi yang sudah bekerja—. Alangkah bijaknya apabila ia berkenan untuk mengambil hikmahnya, yakni menjadikan masa lalu sebagai bahan pembelajaran dan evaluasi untuk kedepannya. Dan kiranya perlu berucap "Jika ini yang terbaik, maka pergi dan jemputlah kebahagiaanmu bersamanya. Biarkan aku di sini dengan kehampaan tanpa dirimu" di hadapannya sebagai bentuk penghibur diri dan pelipur lara. Hahaha

Sabtu, 11 Maret 2017

Buletin Sarung edisi 25 Februari 2017

Buletin Sarung edisi 25 Februari 2017 dapat diunduh di sini atau baca frame di bawah ini...
  t

Kamis, 09 Maret 2017

Wahai Perempuan



Wahai Perempuan
Oleh: Muhammad Farid Abdillah
CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga

 
Tanggal 8 Maret, diperingati Hari Perempuan Internasional. Mengenang jasa perempuan mungkin sudah lebih dari mengenang jasa para pahlawan. Karena salah satu perempuan (karena satunya dan satunya adalah dia dan si kecil nanti, eh kok ?) adalah sang pahlawan hidup sepanjang hidup dan masa, Ibu. Ya ibu.
Ah sudahlah, bukan itu yang saya bahas di sini. Penetapan tanggal ini mungkin memang simbol sebagai penghargaan bagi para wanita di dunia. Tetapi penekanannya lebih kepada simbol adanya persamaan derajat para wanita, bahasa kerennya sih Gender Equality. Persamaan yang diserukan untuk melihat bahwasannya wanita harus memiliki kesamaan dengan para laki-laki di Dunia.
Persamaan derajat ini biasanya beraspek pada pendidikan, pekerjaan dan beberapa aspek lainnya. Wanita dibilang harus memiliki kesamaan dalam hal pendidikan dengan laki-laki. Mereka harus bisa mengecap pendidikan yang sama dengan laki-laki. Dalam hal pekerjaan, wanita dikatakan harus bisa memiliki pekerjaan yang sama dengan laki-laki.
Namun, dalam berbagai hal tersebut. Tanpa disadari bahwasannya wanita dan laki-laki memanglah dua jenis manusia (karena akhir-akhir ini muncul jenis-jenis manusia yang lain, yang entah itu apa) yang harus dibedakan. Contoh simpelnya dalam berbagai acara (dalam konteks organisasi), pekerjaan yang namanya angkat-angkat barang pasti diberikan kepada laki-laki. Kemudian pekerjaan yang namanya bersih-bersih diberikan kepada wanita. Alasannya sih “nah kita kan perempuan, masak disuruh angkat-angkat ?”. loh, katanya kesamaan derajat ?
Lain lagi dalam kendaraan umum. Sudah sering terdengar jika seorang laki-laki melihat wanita yang berdiri, maka seyogyanya tempat duduk itu diberikan kepada mereka. Keadaan ini bahkan berlaku jika laki-laki itu dapat tempat duduk terlebih dahulu. Sebenarnya keadaan ini juga perlu dikritik, jika menggunakan dalil kesamaan derajat antar laki-laki dan wanita, seharusnya jika para wanita itu datang akhir ya maklum lah jika harus berdiri. Mengutip perkataan dzawin, siapa cepat dapat dia dapat, angkat pantat hilang tempat.
Bahkan ada sebuah kasus yang sangat ekstrim. Seorang pemikir menyatakan bahwa seorang wanita boleh menjadi Imam sholat bagi laki-laki. Bahkan praktek ini benar-benar dilakukan. Walaupun dalam perkembangannya praktek ini sudah dihentikan. Tetapi munculnya pemikiran seperti ini dilatar belakangi dengan pendapat yang menyatakan bahwa seorang perempuan harus memiliki derajat yang sama dengan laki-laki. Jika kita menilik kepada hadis Nabi, ada sebuah hadis yang menyatakan “Shof laki-laki yang paling baik adalah yang paling depan, sedangkan yang paling buruk adalah yang paling belakang, shof perempuan yang paling baik adalah yang paling belakang, sedangkan yang paling buruk adalah yang paling depan”. Nah loh, Nabi bilangnya kayak gitu, nah itu jadi Imam, waduh.
Seorang sastrawan bernama William Golding, berkata:
           I think women are foolish to pretend they are equal to men. They are far superior and always have been. Whatever you give a woman, she will make greater. If you give her sperm, she will give you a baby. If you give her a house, she will give you a home. If you give her groceries, she will give you a meal. If you give her a smile, she will give you her heart. She multiplies and enlarges what given to her. So, if you give her any crap, be ready to receive a ton of shit!”
Statement di atas menerangkan bahwa seorang perempuan tidak perlu menyerukan persamaan derajat dengan laki-laki. karena sesungguhnya mereka lebih hebat dari laki-laki dalam beberapa hal. Terlebih lagi, perempuan dan laki-laki diciptakan untuk saling melengkapi, bukan melangkahi.
Akhirnya, mari jalankan peran masing-masing. Para lelaki jalankan peran laki-laki, tak perlu iri dengan peran perempuan. Wahai kaum perempuan, kalian adalah makhluk yang istimewa, jalankan peranmu dan nikmati hidupmu sebagai perempuan.
Tulisan ini akan diakhiri salah satu statement dari Bung Karno:
            “laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap dari seekor burung. Jika dua sayap itu sama kuatnya. Maka terbanglah burung itu sampai ke puncak setinggi-tingginya; jika patah satu daripada dua sayap itu. Maka tak dapatlah burung itu terbang sama sekali.”
Akhirnya, selamat Hari Perempuan Internasional. Wahai sang makhluk Tuhan yang paling istimewa.