SELALU ADA KEBAIKAN DI BALIK KESIALAN
Alumni PBSB UIN Sunan Kalijaga melanjutkan tradisi menerima beasiswa LPDP setiap tahunnya. Adalah Azhari Andi dan Sri Hayati Lestari yang meraihnya tahun ini. Beberapa hal menyedihkan sempat menghampiri sebelum pengumuman kelulusan diumumkan. Seperti apakah kisah mereka?
M. BASYIR F.M.S., Yogyakarta

Azhari Andi (2013), penerima beasiswa LPDP tahun ini.
Dinobatkan sebagai Duta Santri II 2016, disahkan selaku hafiz 30 juz, dan ditambatkan atas nama wisudawan tercepat terbaik. Itulah segelintir dari segudang prestasi yang diperoleh Azhari Andi selama menempuh studi S1 di UIN Sunan Kalijaga. Tidak heran jika dia menjadi panutan bagi teman-teman dan adik-adik kelasnya.
Bersama dua mahasiswa Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) UIN Sunan Kalijaga lainnya, pria asal sumatera ini mengikuti wisuda pada februari 2017. Sebagaimana harapannya, dia berhasil husnul khotimah di jenjang pendidikan strata 1 dengan predikat cumlaude dan wisudawan tercepat terbaik.
Namun kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Karena beberapa hal menyakitkan datang silih berganti setelahnya. Optimisme yang begitu tinggi menjelma menjadi pesimisme karenanya.
Nasib nahas diawali dengan pengguguran pada ajang MTQ Provinsi Banten. Alumnus Pondok Pesantren Aji Mahasiswa Al-Muhsin ini dinyatakan didiskualifikasi ketika hendak melakukan daftar ulang. Alih-alih meraih juara pada cabang tafsir Bahasa Arab, ia malah harus angkat koper tepat sesaat setelah tiba di lokasi acara.
Beberapa waktu kemudian, kesialan masih mengikutinya ketika hendak bergabung dalam kafilah MTQ Padang Panjang. Harapannya pada cabang Musabaqah Makalah Isi Al-Quran harus pupus. Penyandang gelar Sarjana Agama (S.Ag.) ini tidak terpilih. Di sisi lain, Kartu Tanda Penduduk (KTP) juga menjadi masalah.
“Meski saya tinggal di Sumbar (Sumatera Barat.red), tetapi KTP saya bukan Sumbar. Jadi saya tidak bisa ikut. Mungkin ini bukan kesempatan saya,” terangnya menerima kenyataan.
Eks mahasiswa program studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir ini menambahkan, kegagalan itu semakin mengeraskan pesimisme di hatinya. Dia sangat khawatir jikalau nanti ternyata takkan ada prestasi lagi yang dapat diraih pada tahun 2017 ini. Dugaan ini diperkuat dengan hasil seleksi administrasi beasiswa Turki.
“Selang beberapa waktu setelah keputusan penetapan kafilah Padang Panjang, saya mendapatkan email dari Turky Burslari (email beasiswa Turki) yang menyatakan: we are unable to include your name to the list of aplications invited to interview,” kisahnya.
Membaca email tersebut membuat hatinya luluh lantak beterbangan. Kekacauan dalam hatinya semakin tidak karuan. “Betapa tidak. Preparation yang saya lakukan begitu menguras energi dan materi. Namun malang, keinginan saya belum tercapai,” jelasnya.
Meski telah terpuruk berkali-kali dalam waktu sesingkat memanen kopi, dia enggan menyerah. Lelaki kelahiran 18 September 1995 ini sangat yakin bahwa Allah swt. tahu yang terbaik untuknya. Dia melanjutkan perjuangannya pada seleksi penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Tibalah waktunya untuk memetik kembang. Harap-harap cemas dalam hatinya akhirnya berujung dengan singgahnya rasa bahagia. 19 Juni 2017, nama pejuang ini tercantum dalam pengumuman penerima beasiswa tersebut. “Alhamdulillah. Saya sangat bersyukur bisa kuliah dengan beasiswa lagi dalam artian tidak merepotkan kedua orang tua,” syukur lelaki berkulit putih tersebut.
“Semua orang punya harapan dan berusaha mewujudkannya. Tapi banyak di antara mereka menyerah di tengah jalan. Akibatnya mereka gagal menikmati kemenangan. Jika ingin daftar beasiswa, maka persiapkan dengan matang. Karena ada banyak orang yang ingin meraih mimpi yang sama. Allah memberi sesuai usaha hamba-Nya,” titahnya.
Selain Azhari, masih ada seorang lagi alumni PBSB UIN Sunan Kalijaga yang terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa LPDP tahun ini. Dia adalah Sri Hayati Lestari. Keduanya memilih Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga sebagai tempat menimba ilmu selanjutnya.
Berbeda dari sebelumnya, tahun ini seleksi tersebut dilaksanakan dengan tiga tahap. Yang pertama adalah administrasi dokumen sekaligus pendaftaran. Bagian ini dibuka sejak tanggal 3 April 2017. Adapun pengumuman kelulusannya diunggah pada 17 April 2017.
Adapun seleksi berikutnya adalah online assesment. Tahap inilah yang membedakan tahun ini dari sebelumnya. Bagian ini dan yang pertama dilaksanakan secara serentak seluruh Indonesia.
Mereka yang dinyatakan lulus dari bagian kedua dapat maju pada babak terakhir. Tahap ini dilaksanakan secara bergantian. Tari menghadapi pada 22 Mei 2017 di Yogyakarta, sedangkan Azhari tujuh hari kemudian di Padang. Penentuan tempat ini sesuai dengan pilihan peserta ketika melakukan pendaftaran, bukan tergantung pilihan kampusnya.
Tahap ini terbagi menjadi 4 bagian. Dimulai dengan verifikasi berkas yang disetorkan pada awal pendaftaran, dilanjutkan dengan menulis essay di lokasi seleksi. “Masing-masing peserta dipersilahkan untuk memilih salah satu dari dua tema yang telah diberikan. Waktu mengerjakannya tiga puluh menit,” jelas Tari.
Bagian yang ketiga dari tahap ini adalah diskusi. Peserta pada masing-masing lokasi seleksi dibagi menjadi beberapa kelompok yang berisikan sepuluh orang. “Panitia memberi suatu wacana, kemudian kami mengambil peran ketika menjawab atau menanggapi tanpa moderator,” terangnya.
Wawancara menjadi bagian terakhir dari keseluruhan seleksi ini. Setiap peserta ditanyai tentang beberapa hal oleh tiga orang viewer yang terdiri dari seorang psikolog dan dua pakar independen. “Pertanyaannya cenderung aneh. Kami dipancing untuk curhat. Mungkin mereka mencari orang-orang yang kuat secara mental,” ujar Mahasiswi asal Aceh terssebut.
Bagi Tari, ini merupakan kedua kalinya dia mengikuti seleksi tersebut. Pada tahun sebelumnya dia juga melakukan hal serupa. Sayangnya, kala itu dia harus gigit jari lantaran masih belum terpilih.
Menurut Tari, ada yang terasa berbeda dari kedua kali dirinya mengikuti seleksi tersebut. “Allah menakdirkan lolos ketika saya lebih ikhlas. Pada yang pertama saya terkesan maksakan diri, harus lolos. Niatnya untuk diri sendiri, kepuasan pribadi. Sedangkan yang kedua saya lebih legowo,” kesannya.
“Jangan pernah merasa tidak pantas untuk mendapatkan apa-apa. Karena semua orang punya hak dan kesempatan yang sama namun waktunya berbeda. Dan yang paling penting, melakukan sesuatu itu harus karena Allah, bukan diri sendiri. Jangan merasa sudah berada di ambang kesuksesan. Mungkin itu merupakan hasil dari doa orang-orang di sekitar kalian,” tegasnya.[]
Reaksi: |
0 komentar:
Posting Komentar