Pengikut

Senin, 01 Januari 2018

Tahun Baru Yang Usang

Tahun Baru Yang Usang
oleh: Ahmad Ahnaf Rafif*

Tak terasa tahun sudah berganti. Matahari tetap pada tempatnya, awan masih melaksanakan tugasnya, angin senantiasa berhembus, bumi tetap tunduk pada-Nya, manusia tetap seperti hewan. Orang bijak mengatakan, “manusia adalah hewan yang berpikir”. Mungkin sebagian kalangan satwa tersinggung dengan pernyataan ini. Differentia “yang berpikir” yang bercokol pada pendefinisian manusia terasa masih terlalu luas. Nyatanya masih banyak manusia yang kehilangan differentia-nya.
Tahun sudah berganti, dan matahari tetap beredar di orbitnya. Perayaan ini tidak lain hanyalah perayaan memperingati satu tahunnya bumi mengitari matahari. Sehingga jika ingin dikatakan, bahwa yang paling senang dan gembira dalam perayaan ini adalah makhluk Tuhan yang bernama bumi. Bagaimana tidak ? Selama 365,3 hari atau setara dengan 8.767,2 menit (berdasarkan perhitungan untung-untungan), yang juga setara dengan 1.315.800 detik, selama itu bumi mengitari matahari dengan sabarnya. Oleh karenanya bumi sangat bersuka cita atas keberhasilannya menjalankan tugas sebagai kendaraan manusia men-tawafi matahari. Namun itu tak berlangsung lama. Sejarah mencatat bahwa bumi akan merengek lagi sebab lepas satu detik setelahnya, ia akan berputar kembali selama 1.315.800 detik. Ganbatee !!
Tahun baru selalu dinanti-nanti oleh setiap orang. Sebab mereka tidak akan lagi melihat angka 2017 di kalender, buku-buku absensi, papan tulis, jadwal penerbangan, hingga jadwal pertandingan sepak bola. Bagi sebagian orang, angka 2017 akan dijadikan sebagai angka yang penuh kebahagiaan, kesedihan, dasar perbaikan diri, hingga kenangan. Sehingga tidak sedikit orang yang memanjatkan doanya di malam tahun baru untuk introspeksi diri sekaligus membenahi diri sehingga di tahun depan lebih baik lagi di tahun sebelumnya. Namun bagi sebagian orang hal semacam itu bukanlah suatu yang istimewa. Sebagian orang menganggap tahun baru hanyalah mengganti kalender, tidak mengganti susunan hidup, tidak mengganti aturan negara dan agama, tidak merubah struktur alam, tidak pula merubah status sosial. Bagi orang semacam ini, tahun baru hanyalah perayaan bagi orang-orang yang lebih senang dengan perayaan lahriyah. Orang-orang ini lebih senang merayakan hari baru daripada tahun baru, sehingga mereka selalu membenahi dirinya setiap hari.
Agaknya prinsip hidup orang yang terakhir disebut ada benarnya. Sebab sudah 2018 kali tahun berganti, namun kehidupan –khususnya di negara kita dan manusia pada umumnya- tidak kunjung membaik. Mana yang katanya menjadikan tahun baru sebagai acuan pembenahan diri ? 2018 kali sudah dirayakan, namun perbaikan itu tidak kunjung datang juga. Apa mungkin doa yang dipanjatkan menjelang tahun baru itu sudah lenyap duluan di tengah jalan ?
Ada kemungkinan sebagian orang gagal dalam memahami makna tahun baru. Jika yang dikatakan tahun baru hanyalah bergantinya kalender dari 2017 menjadi 2018, maka secara tak langsung kita sudah kehilangan esensinya. Pergantian tanggal dari 31 Desember menjadi 1 Januari tepat pada pukul 00.00 dirayakan orang di mana-mana, sehingga yang dirayakan pada malam itu hanyalah pergantiannya saja. Setelah pergantian yang dirayakan itu, orang akan melakukan aktivitas sebagaimana biasanya lagi. Pembunuhan, pencurian, korupsi, penyuapan, penipuan, seolah-olah mengindikasikan tidak ada yang baru di tubuh manusia itu.
Everything has two sides, kata seorang tukang becak. Dalam hal ini, tahun baru sejatinya juga memilki dua sisi. Secara formal, tahun baru memang merupakan pergantian penanggalan masehi. Di sisi lain, secara fungsi, tahun baru dapat menjadi momen untuk melakukan pembenahan diri. Namun apa daya, ketika kenyataan memperlihatkan bagaimana manusia lebih mencintai formalitas tanpa isi. Membanggakan satu sisi, sedang sisi yang lain diindahkan.
Seorang yang dagang kerupuk pernah berkata seperti ini padaku, “tahun baru tidak benar-benar baru. Ia hanya pengingat untuk melakukan perbaikan, sehingga yang tepat ialah tahun perbaikan, bukan tahun baru. Tahun baru akan benar-benar baru manakala tatanan kehidupan benar-benar baru, yaitu ketika suara peringatan yang benar-benar peringatan kelak ditiup.” Seketika aku langsung berpikir kalau ia merupakan manusia yang benar-benar manusia.

*Mahasiswa PBSB Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 2016

Reaksi:
    ';while(b
    '+titles[c]+'
    '+titles[c]+'
';if(c'};urls.splice(0,urls.length);titles.splice(0,titles.length);document.getElementById('related-posts').innerHTML=dw}; //]]>

0 komentar:

Posting Komentar