Pengikut

CSSMoRA

CSSMoRA merupakan singkatan dari Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs, yang berarti Komunitas Santri Penerima Beasiswa Kementrian Agama

SARASEHAN

Sarasehan adalah program kerja yang berfungsi sebagai ajang silaturahimi antara anggota aktif dan anggota pasif CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pesantren

Para santri yang menerima beasiswa ini dikuliahkan hingga lulus untuk nantinya diwajibkan kembali lagi mengabdi ke Pondok Pesantren asal selama minimal tiga tahun.

Jumat, 28 September 2018

Mahasiswa CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga Ikuti Kunjungan Negara Asing



Yogyakarta, Selasa (11/9) Hamdi Putra Ahmad, mahasiswa CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2015 berhasil ikut serta dalam program SAVIOR (Student’s Academic Visit to Foreign Countries) setelah melalui beberapa tahap seleksi. SAVIOR adalah program yang diadakan oleh CDCIA (Center for Developing Cooperation and International Affairs). CDCIA mengundang mahasiswa S1 UIN Sunan Kalijaga untuk mendaftar pada program SAVIOR ini, namun secara khusus diprioritaskan bagi mahasiswa yang sudah memiliki proposal skripsi untuk menunjang penelitiannya.
Mahasiswa yang terpilih akan dikirim untuk mengikuti pembelajaran kelas dan luar kelas di tiga negara asing: Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand pada tanggal 12-13 September 2018. Masing-masing bertempat di National University of Singapore, Chiang Mai  University Thailand, dan University Sultan Syarif Ali (UNISA) Brunei Darussalam. Di universitas tujuan nantinya para peserta akan mengikuti beberapa kegiatan, yaitu: presentasi, konsultasi skripsi dengan dosen universitas, Sit (Join) in the Class, Library Acces, dan Visiting Islamic Communities
Berdasarkan wawancara via media sosial Whatsapp, Hamdi menceritakan bagaimana proses-proses yang yang mesti ia lalui untuk bisa mengikuti program SAVIOR ini. Pertama, seleksi berkas, calon peserta SAVIOR menyerahkan beberapa berkas yang disyaratkan untuk diajukan, seperti sertifikat TOEFL, IKLA, Curiculum Vitae, Statement of Purpose yang berisi beberapa pertanyaan, surat rekomendarsi ketua prodi, dan daftar sertifikat prestasi yang dimiliki. Kedua, seleksi nilai tertinggi pada berkas sertifikat TOEFL dan IKLA. Pada tahap akhir diadakan wawancara dengan calon peserta dengan menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Arab.
Hamdi mengaku sangat bersyukur dan bangga bisa mengikuti program SAVIOR ini karena program ini secara finansial sepenuhnya ditanggung oleh pihak pelaksana, mulai dari pemberangkatan, dana tunjangan selama kunjungan, hingga biaya kembali ke Indonesia. Selain itu ia juga sangat bersyukur karena program ini sangat bermanfaat bagi para mahasiswa, terkhusus sangat menunjang penelitian skripsinya. “Saat melakukan konsultasi dengan dosen-dosen yang ada disana benar-benar terasa manfaatnya, mungkin saya tidak bisa dapati itu di UIN Sunan Kalijaga", ujarnya.
Harapan Hamdi bahwasanya mahasiswa yang lain juga bisa mengikuti jejaknya mengikuti SAVIOR ini, terlebih dari kalangan CSSMoRA. Ia juga berpesan agar kiranya selalu meningkatkan kemampuan berbahasa asing, baik Inggris maupun Arab. “Teman-teman jangan sampai bosan untuk mengembangkan bahasa, sering-sering mendengarkan video yang berbahasa Inggris, menghafalkan lagu bahasa Inggris dan Arab, membaca buku, itu sangat penting. Pasti dengan kemahiran berbahasa asing kita bisa lebih jauh melampaui mereka yang kurang dalam berbahasa asing, dan itu sudah banyak terbukti”, pesannya. (Ai)

Rabu, 26 September 2018

Pemimpin: Takdir yang Menjengkelkan



Entah berapa ribu kali dalam sehari manusia di seantero dunia mengeluhkan takdir yang mereka alami. Pun jutaan nasib tak luput dari aneka ragam murka dan caci. Nama binatang, jenis makanan, hingga bentuk pekerjaan, orang-orang misuh berkali-kali bersama luka dan lara yang tergores di hati.
                Secara mendasar, takdir dan nasib merupakan dua hal yang berbeda. Ibaratnya, takdir adalah telur dadar sedangkan nasib ialah orak-arik. Keduanya sama-sama berasal dari telur namun dengan jenis yang berbeda. Keduanya sama-sama pengalaman hidup manusia namun dengan bentuk yang tidak serupa.
                Takdir berkaitan dengan hal-hal yang terjadi begitu saja. Artinya, sang penggenggam tidak memiliki wewenang untuk menentukan ataupun memilihnya. Seorang anak tak bisa memutuskan untuk lahir dari rahim siapa, begitupun peserta lomba hanya bisa pasrah pada undian nomor berapa dia mendapat giliran untuk menampilkan segala yang telah disiapkannya.
                Adapun nasib ialah hasil dari suatu ikhtiar dan semacamnya. Di dalamnya terdapat takaran yang terukur jelas terkait proses kejadiannya. Maka dalam hal ini manusia diberi kesempatan untuk menentukan hasil akhirnya dengan mencurahkan daya dan upaya. Para pakar ilmu kalam biasa menyebut usaha ini sebagai iradah juziyyah.
                Jadi, keduanya benar-benar berbeda. Betapa bodohnya manusia yang berharap bak mandinya terisi penuh tanpa mengalirkan setetes air pun ke dalamnya. Begitupun sia-sia usaha seorang pria terus mendekati sekuntum bunga desa jika takdirnya justru untuk jatuh cinta pada kembang lainnya.
                Memang mustahil bagi manusia untuk mengetahui takdirnya sebelum ia telah terjadi di hadapan mata. Dari hal kecil seperti undian sampai perkara besar semisal cinta yang telah tercantum di atas, hingga menjelang puing-puingnya tiba di dunia ini semua masih menjadi teka-teki. Karena takdir adalah rahasia Tuhan yang sengaja disiapkan untuk menghadirkan rasa takjub pada diri hamba-hambaNya.
                Kendati demikian, sungguh sangat disayangkan apabila takdir dibiarkan lewat begitu saja. Layaknya hadiah ulang tahun, selalu ada pesan tersendiri pada masing-masing bentuknya. Kado Al-Quran bisa berarti sang pemberi berharap agar penerima rajin membacanya. Maka takdir mendapat undian giliran terakhir mungkin dimaksudkan agar si fulan dapat menghadirkan penutup yang luar biasa.
                Maka dari itu, teramat penting bagi para binatang berakal untuk mencermati setiap takdir yang digariskan untuk mereka. Alkisah ada seorang alim yang berkelana ke beberapa sudut dunia. Berkali-kali dia membuka toko dengan beberapa macam barang dagangan, namun semua yang ia tawarkan hampir sama sekali tidak laku di pasaran. Singkat cerita, pada akhirnya dia sadar bahwa ketidakberhasilannya dalam berdagang menunjukkan bahwa ada tugas lain yang harus diemban, yakni menjadi seorang guru, mengajarkan ilmu dan kebijaksanaan kepada orang-orang yang membutuhkan.
                Kecenderungan pada satu sisi juga termasuk bagian dari takdir. Meski para ulama motivasi berkata bahwa itu tidak lepas dari pengalaman, keberadaan faktor yang tak diusahakan tetap tabu untuk dinafikan. Sederhananya, takdir telah menempatkan seseorang pada suatu lingkungan yang notabene membentuk karakter dari manusia itu sendiri. Lebih ke belakang lagi, gen yang diturunkan oleh bapak maupun ibu turut andil dalam membangun watak pribadi.
                Takdir macam ini juga sangat perlu diperhatikan. Dengannya manusia dapat melihat di bagian mana mereka layak mengambil peran. Laki-laki yang condong pandai mengenai elektronik tak perlu memaksakan diri untuk cakap berolahraga. Dan perempuan yang cenderung tampak indah dengan tampil sederhana tidak usah repot-repot menghias diri hingga terlihat gemerlap bak permata.
                Intinya, semua akan menjadi gagah tatkala menjalani jalur yang semestinya. Sialnya, banyak pria ataupun wanita terlalu bergairah untuk meraih tahta yang bukan bagiannya. Akibatnya, takdir yang telah dituliskan justru menjadi terabaikan. Fatalnya, terjadilah persaingan-persaingan yang sebenarnya sama sekali tidak diperlukan.
                Memang, bersaing dalam kebaikan itu sesuatu yang bagus untuk dilakukan. Hanya saja, untuk apa menanam kurma di Indonesia? Apa gunanya memberi makan kucing dengan asam jawa? Lupakah anak cucu Adam bahwa pemaksaan menguasai segalanya adalah lambang keserakahan?
                Terlalu klise untuk mengatakan bahwa perbedaan adalah secarik anugerah keindahan. Namun sejenuh apapun manusia mengungkapkannya bukan berarti ia telah kehilangan kebenarannya. Layaknya cinta pada seorang wanita, pengetahuan tanpa pengamalan hanya menjelma sebagai idrak, bukan ‘ilmu yang dapat meninggikan derajat pemiliknya.
Yang Menjengkelkan
                Segala sesuatu yang diformalkan akan kehilangan keberkahannya. Namun ketika kesadaran sudah tidak bisa diandalkan, membentuk suatu sistem adalah jawaban satu-satunya. Dan untuk menjalankannya, dibutuhkan seorang pembimbing yang kemudian orang Indonesia biasa menyebutnya dengan istilah pimpinan.
                Pimpinan setidaknya membutuhkan dua hal agar dapat menunaikan amanah dengan baik juga benar, yakni manajemen dan kepemimpinan. Adapun yang pertama ialah teknik dan taktik untuk mencapai suatu tujuan. Rasio manusia digunakan sepenuhnya untuk memperhitungkan segala kebutuhan dan kemungkinan guna mencapai hasil yang diinginkan.
                Berbeda dari manajemen, kepemimpinan tidak terlalu melibatkan otak beserta perangkat-perangkatnya. Daripada pikiran, ia jauh lebih membutuhkan perasaan. Karena hakikatnya sendiri adalah sebuah seni untuk mempengaruhi orang lain entah itu untuk berhenti atau justru terus berjalan.
                Orang-orang yang ahli dalam seni ini kemudian dinamakan pemimpin. Golongan ini mampu menyentuh hati masyarakat sekitarnya berikut menggerakkan mereka ke arah tertentu. Penduduk yang mampu mengajak tetangga-tetangganya untuk ikut turun melaksanakan kerja bakti merupakan salah satunya. Siswa yang biasa sukses menarik teman-temannya pergi bolos sekolah adalah contoh lainnya.
                Dibanding manajemen, kepemimpinan lebih jarang tercantum dalam daftar kepemilikan. Kenyataan ini termasuk salah satu dari kemurahan Tuhan dalam takdir yang Ia gariskan. Karena andaikan pada satu perkumpulan terdapat terlalu banyak pihak yang mengarahkan dengan pelbagai macam jalan, manusia hanya akan terjebak dalam jurang kebingungan.
                Dari jumlah yang sedikit itu harus ada salah satunya yang menduduki kursi pimpinan. Jika tidak, bersiaplah untuk bertemu bencana. Para pemimpin akan terbosankan oleh kekecewaan. Kemungkinan terburuknya, mereka bisa melakukan tindak pemberontakan.
                Fenomena semacam ini sudah banyak terjadi di muka bumi. Bukannya memberikan arahan, para pimpinan malah dikendalikan oleh anggotanya sendiri. Hampanya ketegasan membuatnya semakin mudah ternodai. Berjalannya suatu sistem hanya menjadi sebuah mimpi.
                Sayangnya, kini bobroknya aura pimpinan semakin luas menguasai dunia. Apakah alam sudah mengutuk manusia? Atau mungkin kiamat sudah hampir tiba? Ah, meminum segelas coklat memang tak senikmat jatuh cinta.
                Tidak mengherankan jika para pemimpin enggan menduduki tahta pimpinan. Meski diberi sejumlah hak dan kekuasaan, menjadi pengatur barisan tetap bukanlah pekerjaan yang mudah. Ketika majalah rutinan gagal terbit, akankah orang-orang menyalahkan sang editor?
                Di sisi lain, akan menjadi sangat lucu ketika pimpinan justru menyalahkan orang-orang yang dia arahkan. Itu menandakan bahwa dia sebenarnya belum menyadari betapa sikap saling pengertian begitu dibutuhkan. Padahal, seorang ketua mesti selalu bersikap netral agar tatkala para anggotanya saling menghujat, nasehatnya masih bisa didengarkan.
                Separah apapun beratnya, menanggung segala beban tersebut hukumnya fardhu kifayah bagi para pemimpin. Jika tak satupun mengambilnya, berdosalah mereka semua. Karena bagi manusia menjadi baik saja tidak cukup. Mereka juga harus bisa bermanfaat, dan manfaat tertinggi bagi seorang pemimpin adalah menjadi pimpinan.
                Ketika salah satunya sudah menjadi pimpinan, apa yang harus dilakukan pemimpin lainnya? Sederhana saja, mereka cukup membantu menggerakkan masyarakat untuk menjalankan sistem sebagaimana mestinya. Bukan malah berusaha menjatuhkan ketua hanya karena merasa dirinya lebih layak dan pelbagai macam alasan lainnya.
                Gambaran paling sederhana dapat ditemukan pada tempat-tempat outbond. Hampir bisa dipastikan bahwa dalam satu kelompok terdapat beberapa pemimpin meski tetap dengan satu ketua. Jika mereka bersikap besar kepala, yel-yelnya tentu takkan terdengar berirama. Sebaliknya, apabila mereka mengedepankan kerjasama, cukup dengan menampilkan jargon saja mereka akan terlihat mempesona.
                Memang, menjadi pemimpin di balik layar kini semakin jarang diminati. Godaan berhala kesuksesan mendorong para manusia untuk terus menambah pencapaian tertulis dalam data diri. Jika terus begini, keberadaan mereka akan segera punah setidaknya dari bumi pertiwi. Padahal, pahala dari para pejuang tanpa pamrih itu begitu besar lantaran setiap darah dan keringat yang ia curahkan seringkali tidak manusia hargai.
                Maka pada akhirnya semua kembali pada diri pimpinan. Seni mempengaruhi yang dia miliki harus digunakan secara proporsional agar para pemimpin lainnya tidak justru melakukan tindakan-tindakan binal. Mentraktir makan, mempertimbangkan masukan, dan memberi kesempatan untuk berperan adalah beberapa trik sederhana yang bisa dipraktekkan.
                Mudah dituliskan, namun sangat rumit dilaksanakan. Karena manusia memiliki ego yang pada dasarnya memang sulit untuk dikesampingkan, terutama bagi mereka yang merasa bahwa dirinya memiliki keunggulan. Maka dari itu, selain memeras kepala, pimpinan juga harus rajin makan hati demi tercapainya kesejahteraan sejati.
                Masih banyak lagi cobaan-cobaan yang harus dihadapi seorang pimpinan. Salah satu contoh lainnya adalah berhadapan dengan orang-orang yang dikuasai oleh sikap ketidakpedulian. Jangankan mengambil peran, sekedar melaksanakan kewajiban saja mereka enggan. Tidakkah mereka menyadari bahwa yang mereka tanggung adalah beban paling ringan?
                Di samping itu, berdasarkan jenis perkumpulannya, tentu ada persoalan-persoalan lain yang tak boleh luput dari perhatian, semisal rusaknya alat musik, cederanya ligamen pesepakbola, dan lain sebagainya. Maka keharusan seorang ketua bukanlah mampu melakukan segalanya, melainkan mengetahui semua yang terjadi pada orang-orang di bawahnya. Dengan demikian, dia dapat menentukan jalan keluar macam apa yang paling tepat dilakukannya. Dan juga, dia bisa menjawab setiap kali ada pihak bingung maupun sombong datang bertanya.
                Demikianlah secuil permasalahan yang pasti dihadapi oleh para pimpinan, dan masih banyak labirin-labirin ke-jancuk-an lainnya. Maka tidak mengherankan jika sosoknya akan menjadi wajah bagi para masyarakatnya. Jika sang raja cenderung murah hati, maka para rakyat setidak-tidaknya suka berbagi pada sesama meski dalam takaran yang tak sama. Begitupun jika sang raja cenderung ambisius, maka para rakyat setidak-tidaknya senang berlomba-lomba meski dalam tingkat yang tak setara.
                Agar dapat memperringan diri dalam menunaikan amanah, seyogyanya seorang pimpinan merangkul para pemimpin dalam paguyubannya. Sebab meski secara pribadi mereka wajib melakukannya, keharusan itu bisa saja sirna apabila sang raja malah mempertontonkan keakuannya. Harapan dapat bekerja bersama berdasarkan bagian-bagiannya layaknya Soekarno dan Soedirman justru menyisakan kekecewaan pada akhirnya.
                Syukur Tuhan menganugerahkan kegelisahan dalam diri para pemimpin. Hasrat inilah yang kelak tak henti-hentinya memanggil mereka untuk pergi berperang menumpas kezaliman. Dengannya mereka akan terus memperjuangkan bukan hanya happiness tapi juga well-being bagi masyarakat sekitar. Jika tidak, husnuzzan saja, mungkin mereka belum diilhami kekuatan cinta sebelah tangan.
                Terlahir sebagai seorang pemimpin memang takdir yang menjengkelkan. Tanggung jawab yang diemban sebegitu besarnya sampai-sampai untuk sekedar mencari ketenangan saja jarang mendapat kesempatan. Terlebih lagi seringkali muncul dilema antara menerima amanah menjadi pimpinan dengan seabrek penderitaan atau menjadi pemain bayangan yang seringkali terlupakan. Puncaknya, pengorbanan pahlawan mana lagi yang ingin rakyat dustakan? Wallahu a’lamu bish-showab...

*Eks anggota Departemen Jurnalistik CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga.

Senin, 24 September 2018

Tak hanya Ajang Temu Alumni, Sarasehan jadi Wadah Berelasi



www.Slot Online Sering Kasih Jackpot Maxwin RTP 97% - Sabtu (22/09) Pengurus CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga adakan kegiatan Sarasehan. Tema yang diusung kali ini ialah Terus Bersama Menjadi Keluarga. “Melalui tema ini, diharapkan dapat terjalin tali kekeluargaan antara alumni dengan anggota aktif CSSMoRA,” ucap Mohamad Abdul Hanif dalam sambutannya selaku ketua panitia acara.

“Adanya kegiatan ini sekaligus dapat menjadi wadah keterbukaan antara alumni dan anggota aktif untuk saling membantu dalam berbagai hal. Misalnya, para alumni ingin mengadakan suatu kegiatan maka bisa minta bantuan kita untuk men-support maupun lainnya” tambah Nuzul Fitriansyah dalam sambutannya selaku ketua umum CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga periode 2018/2019.

Acara yang diadakan di Teatrikal FISHUM UIN Sunan Kalijaga ini dihadiri oleh anggota aktif CSSMoRA mulai dari angkatan 2015 hingga 2018. Serta beberapa alumni dari tahun 2011 hingga 2014, baik yang menetap di Jogja maupun sedang melanjutkan S2. Turut mengundang ketua pengelola PBSB UIN Sunan Kalijaga, Dr. H. M. Alfatih Suryadilaga, M. Ag. “Jangan lihat materi, tapi pandanglah relasi yang didapat dari kegiatan ini,” pungkas Alfatih di sela sambutannya. Sebelum turun dari podium, Alfatih membuka kegiatan dengan lafadz basmalah.

Selanjutnya, sesi pertama kegiatan ini ditutup dengan doa oleh Andy Aqib. Kemudian acara inti dari Sarasehan ini adalah Perkenalan antar angkatan, mulai dari angkatan aktif hingga alumni. Dilanjutkan Share to Care yang mana kegiatan ini diikuti oleh seluruh peserta kegiatan, dan dikelompokkan menjadi 13 kelompok dengan menggabungkan beberapa angkatan serta menempatkan satu hingga dua alumni didalamnya. Sesi ini dipandu langsung oleh Nadyya Rahma Azhari (PBSB angkatan 2017) dan M. Farid Abdillah (PBSB angkatan 2015).

Sesi Share to Care jeda setengah jalan dengan ISHOMA dan kembali dilanjutkan hingga pukul 14.00 WIB. Sesi ini berakhir dengan game kata berantai hingga pukul 15.00 WIB. kemudian diakhiri dengan penampilan drama musikal oleh angkatan 2018 dan persembahan drama oleh Sanggar Seni Rebung CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga. Kegiatan ini turut dimeriahkan oleh beberapa penampilan, diantaranya Hyforia dan The Codrah. “Hyforia, The Codrah dan Sanggar Seni Rebung sebetulnya merupakan proker dari PSDM CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga yang berbentuk komunitas-komunitas sebagai wadah bagi anggota di bidang seni musik, drama, dan hadrah. Harapannya, komunitas ini tidak sekedar jadi proker, tapi juga dapat diteruskan di kepungurusan selanjutnya,” pungkas Wiwin Fauziah selaku bendahara PSDM CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga dalam wawancara langsung dengan salah satu kru Sarung. (Isb)

Minggu, 16 September 2018

Tak hanya Teori, tetapi juga Praktik


Bantul, Sabtu (15/9) Departemen Jurnalistik CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga mengadakan pelatihan jurnalistik dengan tema "Raih Mimpi Lewat Literasi". Kegiatan yang dilaksanakan di Pendopo Monumen TNI AU ini menghadirkan dua narasumber, Achmad Muchlish Amrin untuk fiksi dan Imron Mustofa untuk non-fiksi. Ketua pelatihan jurnalistik, Fikru Jayyid mengatakan tujuan pelatihan ini untuk mengasah dan membimbing anggota CCSMoRA khususnya angkatan 2018 dan peserta lainnya untuk mengetahui dasar-dasar dan cara menulis yang baik, serta kegiatan ini diselenggarakan berkaitan dengan adanya kaderisasi bagi anggota CSSMoRA 2018.
Pelatihan jurnalistik tersebut dimulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Acara pembukaan pada kegiatan ini dipimpin oleh Nadyya selaku pembawa acara, lalu dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Alqur'an oleh Alief Yundha. Menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars CSSMoRA yang dipimpin oleh Hasaroh setelahnya. Kemudian sambutan ketua panitia dan wakil ketua CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga yang sekaligus membuka acara tersebut. Penutupan seremomial dipimpin dengan do’a oleh saudara Andi Aqib.
Pada pelatihan jurnalistik ini peserta tidak hanya mendapatkan teori, namun juga mempraktikkannya. Biasanya hal yang paling melekat dalam otak adalah ketika telah mendapatkan suatu teori lalu mempraktikkannya secara langsung tutur Yundha salah  satu  peserta pelatihan jurnalistik.
Kegiatan ini juga diselingi game atau tantangan menyusun puisi bagi para peserta. Masing-masing kelompok menyusun kata hingga menjadi puisi lalu membacakan puisi tersebut di hadapan peserta lainnya. (Vivi)

Selasa, 11 September 2018

Tahun Baru Hijriyah sebagai Bentuk Toleransi Beragama

Oleh: Nadyya Rahma Azhari
   Tahun baru Hijriyah merupakan tahun baru Islam. Agama Islam tentunya mempunyai pola penanggalan tersendiri yang berbeda dengan sistem penanggalan lain. Tahun Hijiriyah dalam Islam tidak terlepas dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW, hingga tahun itu dijadikan sebagai tahun pertama dalam penanggalan Hijriyah. Berdasarkan pola pergerakan bulan, umat Islam menggunakan penanggalan Hijriyah untuk menandai kejadian-kejadian penting Islam.
   Kaitan penanggalan Hijriyah dengan hijrahnya Nabi tentu saja menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika dipandang secara kasat mata, proses hijrah mungkin hanya dianggap sebagai suatu perjalanan dakwah atau perpindahan  Nabi Muhammad SAW bersama sahabatnya dari kota Mekkah ke Madinah. Kita lebih cenderung memperingati itu sebagai suatu strategi dakwah yang dilakukan Nabi atas perintah Allah. Bahkan mungkin ada yang menganggap bahwa hijrah tersebut dilakukan karena dakwah yang dilakukan di kota Mekkah tidak berjalan dengan lancar.
   Memang tidak salah jika menyebut hijrah sebagai strategi dakwah. Terang saja, dakwah yang dilakukan di Madinah  menghasilkan pemeluk ajaran Islam  lebih banyak daripada dakwah di kota Mekkah. Dakwah di Mekkah yang kurang lebih selama tiga belas tahun tidak menghasilkan pengikut yang lebih banyak dari Madinah. Semenjak di Madinah pun, Islam berhasil membentuk struktur pemerintahan yang sesuai dengan syari’at Islam. Perkembangan Islam begitu pesat saat berada di Madinah. Namun jika ditinjau lebih jauh, hijrah  memiliki makna yang lebih dalam dari hanya strategi dakwah.
  Kurang lebih selama tiga belas tahun berdakwah di Mekkah, Rasulullah telah menggunakan berbagai metode dakwah, mulai dari sembunyi-sembunyi hingga terang-terangan. Mulai berdakwah dari kerabat dekat sampai secara terang-terangan menyeru seluruh masyarakat Mekkah. Namun dakwah Rasul selalu saja mendapat tentangan dari masyarakat kota Mekkah. Berbagai hal pun mereka lakukan untuk menentang dakwah Rasul. Hingga tidak banyak yang mengikuti ajaran Islam.
  Meskipun ditentang dengan berbagai cara, Rasulullah dan para sahabat beliau tetap sabar dan menyebarkan Islam dengan lemah lembut tanpa ada paksaan. Setelah beberapa tahun melihat perkembangan dakwah yang semakin sulit, Allah pun menurunkan perintah untuk berhijrah ke Madinah. Salah satu alasan hijrah ini tentu saja melihat pada kondisi Madinah yang lebih terbuka terhadap Islam. Banyak dari masyarakat Madinah yang telah datang ke Mekkah menemui Rasul untuk diislamkan. Namun dalam peristiwa hijrah ini sebenarnya Allah juga mengajarkan toleransi kepada umat islam.
  Pada saat mengajak seseorang atau menasihati, kita harus senantiasa mengajaknya denga lemah lembut dan sabar.Seperti yang dilakukan Rasul, tetap sabar selama tiga belas tahun berdakwah tanpa bersikap kasar. Setelah lama kita mengajak seseorang untuk beriman kepada Allah namun dia masih tetap tidak beriman, maka kita tidak berhak memaksanya. Itulah yang Rasul ajarkan dari peristiwa hijrah. Setelah lama berdakwah pada masyarakat Mekkah, penduduk Mekkah tetap bertahan dengan ajaran yang mereka anut. Maka Rasul memulai dakwah di tempat lain tanpa memaksa penduduk Mekkah untuk mengikuti ajaran Allah. Bahkan setelah memimpin Madinah pun, Rasullah tidak memaksa penduduk Madinah yang tidak mau memeluk Islam. Namun Rasul tetap membuat perjanjian dengan masyarakat yang tidak mau memeluk Islam tersebut. Hal ini membuktikan bahwa rasulullah tidak mengesampingkan orang lain hanya karena berbeda keyakinan.
  Dalam era modern ini, hendaknya kita mencerminkan apa yang telah Rasullah ajarkan kepada kita, terutama dalam hal toleransi beragama. Ketika kita mengajak orang untuk meyakini apa yang kita yakini, kita harus sabar, bersikap lemah lembut, dan tidak memaksa. Sehingga jika kita benar-benar mengaplikasikan apa yang dicontohkan Rasulullah maka tidak akan ada lagi pertengkaran antara umat beragama. Karena dalam berdakwah, bukan hanya keyakinan yang harus benar, tetapi cara meyakinkan orang lain juga harus benar.