Pengikut

Sabtu, 17 Agustus 2019

Harapan Terakhir Kakek


Di bawah bendera yang berkibar utuh
Seorang renta berwajah teduh
Termenung, menerawang jauh
Berbagai ingatan berkelabat cepat
Tubuh tegap, luka yang sekedar berkelabat
Tangis serta suara mengaduh
Tak pernah melunturkan semangat
Deru napas dan desing senapan
Bersama mayat yang bergelimpangan.

“Fiqri, ayah pergi dulu, bangun dan makanlah! ” Teriak suara lantang ayah dari luar kamarku.
“Iya ayah.” Jawabku seraya berhenti membaca tulisan di kertas lusuh yang ku pegang.
Aku tersenyum mendengar derap langkah kaki ayah yang semakin tidak terdengar suaranya. Jujur saja, aku tidak begitu akrab dengan sapaan ayah yang baru kutemui 4 bulan yang lalu, karena memang aku bukanlah anak kandungnya, aku adalah anak angkat dari desa yang kemudian diangkat anak olehnya.
“Ah, sudahlah, lebih baik aku melanjutkan bacaanku yang terhenti” Ucapku sambil tersenyum.
Kini...
Tubuh yang dulunya tegap
Mulai renta, bahkan sekedar berjalanpun seolah berjingkat
Bekas lukanya masih terpampang jelas
Bersama tekad semangatnya yang terus membekas
Sebulir air mata menggantung di pipinya
Yang telah penuh kerut digerus usia
Senyumnya mengembang indah
Di bawah langit Indonesia yang terbentang megah
Perjuangannya, bersama pahlawan yangtelah berkabung tanah
Yang nisannya tak sempat ditandai nama
Atau bahkan hanya sekedar ditimbun tanah.
Kini...
Ia hanya menikmati senjanya
Melihat langit cerah tanpa bercak darah
           Tanpa ancaman penjajah dan penjarah.
            Tanpa terasa air mataku jatuh mengalir dengan sendirinya. Entah kenapa aku sangat merindukan kakek. Kakek yang selalu menjaga dan merawatku sedari aku kecil, bahkan berjuang mati-matian agar aku tetap sekolah. Karena yang aku tau, kakek ingin aku menjadi orang hebat, agar aku bisa menjaga Indonesianya. Iya, Indonesianya. Negara yang pernah kakek perjuangkan kemerdekaannya.
            Aku meringis mengingat cerita kakek sebelum kakek meninggalkanku untuk selama-lamanya di pinggir rel kereta kala itu.
“Fiqri, kamu yang semangat ya ikut lombanya. Kamu harus terus berusaha berlatih dan berdoa, supaya mendapatkan yang terbaik. Kakek hanya bisa bantu berdoa, kakek ingin kamu membacanya dengan khidmat, agar semua orang, terutama pemuda penerus bangsa mendengar bahwa meraih kemerdekaan tidak semudah membolak-balikkan tangan,” Ucap kakek mengusap rambutku lembut.
“Iya kek, aku akan berusaha.” Jawabku dengan penuh semangat.
“Sejujurnya kakek sedih melihat apa yang terjadi pada Indonesia kakek saat ini. Indonesia yang indah disetiap mata yang memandangnya.  Indonesia yang dihuni oleh pemuda-pemuda tangguh penuh semangat. Indonesia yang dipimpin oleh orang-orang yang tegas namun peduli. Namun sekarang Indonesia kakek tidak seperti dulu lagi. Tumpukan sampah berserakan dimana-mana. Pemuda-pemuda yang hanya peduli dengan kesenangan. Para pemimpin yang hanya mementingkan hidupnya sendiri. Kakek harap, kelak ketika kamu dewasa nanti, kamu bisa kembali memperjuangkan Indonesia kakek, agar kembali indah di mata orang-orang yang tinggal didalamnya.” Ucap kakek seraya melihat pada kereta yang akan melintas.
Untuk kedua kalinya aku kembali terisak mengingat sosok kakek. Hari itu adalah hari dimana aku tidak bisa lagi bertemu dengannya. Kakek meninggal tertabrak kereta pada saat itu karena menyelamatkan seorang wanita remaja yang entah mengapa malah berlari mendekat pada kereta. Dan yang membuat hatiku tercabik-cabik, wanita yang diselamatkan kakek adalah seseorang yang memang ingin mengakhiri hidupnya karena malu sedang mengandung. Pada saat itu, aku ingin marah pada dunia. Kenapa mengambil kakekku secepat itu? Padahal keesokannya adalah hari kemerdekaan, hari dimana aku akan membacakan puisi karya kakek dan untuk kakek.
            Aku mengusap air mataku, mengenang kisah 2 tahun lalu. Besok, adalah 17 Agustus, hari kemerdekaan Indonesia. Hari dimana dulu aku mengundurkan diri dari perlombaan karena aku merasa tidak ada gunanya. Dan saat ini, aku bertekad, apapun yang terjadi besok, aku akan tetap mengikuti lomba membaca puisi. Aku ingin semuanya mendengar apa yang sebenarnya para pendahulu harapkan untuk Indonesianya kelak. Agar kakek di atas sana bisa kembali tersenyum melihat Indonesianya yang kembali indah di mata semua orang. (Padi)

Reaksi:
    ';while(b
    '+titles[c]+'
    '+titles[c]+'
';if(c'};urls.splice(0,urls.length);titles.splice(0,titles.length);document.getElementById('related-posts').innerHTML=dw}; //]]>

0 komentar:

Posting Komentar