Oleh : Abdil*
Hari ini aku memanjat makna masa depan
Kau menari layaknya nostalgia waktu SMA
Kau beri aku setumpuk makna tentang rindu
Berbagai tanya tanpa jawab
Berbagai kira tanpa iya atau tidak
Aku sendiri
Pun mereka yang diam bersedih
Pun mereka yang berpuisi bersama malam-malam yang dibaluti hujan
Rumah batu mulai mengusam di samping pohon cemara
Gentengnya berwarna coklat tua
Seekor burung punai berkicau bersama beberapa burung merpati hitam atau putih
Aku menjangkau sepucuk daun dari atas pagar berduri
Melipatnya seperti manuskrip tua
Lalu menggeletaknya ke samping tembok kuning di depan pagar
Putri
Bait risau yang dulu kau gumamkan di obrolan malam, kini aku baca ulang
Aku duduk dengan punggung membungkuk di teras
Menerka masa lalu dan mengira ada apa di esok
Rasanya kau pernah bercerita tentang gelap
Waktu itu kucari sinyal di bawah pohon jambu agar obrolan masih berlanjut
Kau bilang gelap membuatmu gelisah
Menertawaimu di dalam peluknya, dan terbahak sebab kau terisak
Aku bilang, Tuhan punya yang bercahaya
Prasangka akan taburan pelangi ada di pojok-pojok nestapa
Diam dan menggumam, berjalan sambil bernyanyi
Gelap akan bergantikan dingin subuh
Lalu pagi, lalu siang
Aku merangkaikan segores harap
Putri
Aku pulang
Kau masih sama
Dagumu masih manis terbelah
Pipimu masih bengkak, bening
Entah dengan rasamu
Dari dulu memang entah ada atau tidak ada apa di sana
Di lubuk hatimu yang sejajar dengan garis tawa cantik, diam, cakap-cakap, dan garis tatapmu.
Alumni Pondok Pesantren Al-Junaidiyah Biru Bone.*